16 Tahun Mengabdi, Dibuang Tanpa Nurani, Ada Apa di Balik Mutasi Massal?

28 Sep 2025, 07:02:41 WIB Pendidikan
16 Tahun Mengabdi, Dibuang Tanpa Nurani, Ada Apa di Balik Mutasi Massal?

Keterangan Gambar : Torik Imanurdin.


Oleh: Torik Imanurdin, M.Pd.

Pemerhati Pendidikan dan Kebijakan Publik

Pinusnews.id - Keputusan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Kabupaten Cianjur memberhentikan puluhan kepala sekolah pada 15 September 2025 layak dikritisi. Melalui surat nomor B/400.3.5.3/99/Disdikpora/09/2025, sebanyak 7 Kepala SMP, 21 Kepala SD, dan 3 Kepala TK diberhentikan mendadak. Kebijakan ini tidak hanya menyalahi regulasi, tetapi juga melukai rasa keadilan dan mengabaikan pengabdian panjang para pendidik.

Baca Lainnya :

*Tidak Adil dan Parsial*

Pemberhentian ini tampak dilakukan tanpa standar yang konsisten. Beberapa kepala sekolah yang telah 16 tahun menjabat tetap dipertahankan, sementara yang lain diberhentikan tanpa alasan jelas. Bahkan ada kepala sekolah dari jalur *guru penggerak* yang belum mengikuti pelatihan dan belum memiliki sertifikat, tetap dibiarkan menjabat. Padahal, menurut Permendikdasmen No. 7 Tahun 2025, status mereka otomatis dicabut dan harus mengikuti prosedur seleksi calon kepala sekolah. Hal ini menimbulkan kesan tebang pilih dan sarat kepentingan.

*Mengabaikan Regulasi Pusat*

Disdikpora berdalih merujuk pada Permendikbud Nomor 40 Tahun 2021 tentang penugasan kepala sekolah. Namun, mereka justru mengabaikan surat Dirjen GTK nomor 0864/B/HK.0700/2025 yang menunda mutasi guru dan kepala sekolah. Proses pemberhentian massal ini juga tidak selaras dengan Permendikdasmen No. 7 Tahun 2025 yang mengatur mekanisme penugasan kepala sekolah. Kebijakan yang terburu-buru ini menunjukkan lemahnya koordinasi sekaligus minim kehati-hatian.

*Pengabdian yang Terabaikan*

Banyak kepala sekolah yang diberhentikan telah mengabdi lebih dari 16 tahun. Mereka bukan hanya pemegang jabatan administratif, melainkan pemimpin moral dan sosial di sekolah. Memberhentikan mereka secara mendadak tanpa transisi jelas tidak hanya melukai perasaan pribadi, tetapi juga mengganggu stabilitas guru, siswa, dan masyarakat sekitar.

*PLT Tidak Siap, Motif Dipertanyakan*

Sebagai pengganti, ditunjuk pelaksana tugas (PLT) dari guru sekolah lain—bahkan ada yang menangani hingga tiga sekolah sekaligus. Solusi darurat ini jelas tidak realistis dan berpotensi menurunkan mutu pendidikan. Publik wajar curiga: apakah keputusan ini murni kebijakan pendidikan, atau ada motif lain di baliknya?

Risiko Hukum dan Politik

Keputusan serampangan ini juga rawan menyeret pimpinan daerah ke persoalan hukum, sebagaimana pernah terjadi di masa lalu. Disdikpora semestinya belajar dari sejarah, bukan mengulanginya.

*Seruan untuk Transparansi*

Jika memang diperlukan pergantian, seharusnya menunggu hasil rekrutmen calon kepala sekolah bersertifikat sebagaimana diatur dalam Permendikdasmen No. 7 Tahun 2025. Saat ini proses itu masih berjalan, sehingga pemberhentian massal justru tidak tepat waktu dan tidak tepat sasaran.

*Karena itu, saya menyerukan:*

1. Batalkan keputusan pemberhentian kepala sekolah.

2. Lakukan evaluasi kinerja secara obyektif, transparan, dan adil.

3. Susun kebijakan yang sesuai regulasi pusat dan berpihak pada mutu pendidikan.

4. Kembalikan kepala sekolah ke posisinya sampai hadir calon kepala sekolah bersertifikat.

5. Bupati Cianjur harus mengevaluasi kebijakan Disdikpora yang ceroboh dan tidak prosedural.

"Masa depan Cianjur tidak boleh tersandera oleh kebijakan tergesa-gesa. Dengan keadilan, keterbukaan, dan keberpihakan pada pendidikan, kita bisa memastikan generasi penerus tumbuh dalam lingkungan yang sehat dan bermartabat."




Write a Facebook Comment

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

View all comments

Write a comment