Mengenal Fakta Dari Hypophrenia
Oleh: Octaviani Adhe Putri (Magang)

21 Okt 2022, 14:16:59 WIB Kesehatan
Mengenal Fakta Dari Hypophrenia

Keterangan Gambar : lustrasi perempuan menangis (Dok. Karolina Grabowska/ Pexels/ Brigitta Bellion).


pinusnews.id Cianjur- Istilah dari Hypophrenia mungkin masih asing di telinga masyarakat umum. Dari beberapa sumber ternya istilah ini cukup rumit karena beberapa orang mendefinisikan hal yang berbeda terhadap istilah ini.

Hypopheria, Menangis Tanpa Sebab.

Beberapa sumber mengatakan bahwa Hypophernia adalah kondisi dimana perasaan emosional manusia yang sebenarnya merupakan respon terhadap suatu keadaan yang menimpa diri sendiri. Rasa sedih ini menjadi tidak normal karena seseorang dapat merasakan sedih dan tiba-tiba menangis tanpa alasan yang jelas. Apalagi bila rasa sedih tersebut kemudian membawa dampak yang negatif terhadap pekerjaan, hubungan sosial, bahkan kesehatan fisik seseorang.

Baca Lainnya :

Penyebab hypophrenia Orang yang mengalami hypophrenia memang tidak mengetahui alasannya bersedih dan menangis. Namun, ada penjelasan mengenai hal-hal yang menjadi penyebab hypophrenia bagi seseorang.

Penyebab hypophrenia yang bisa terjadi pada orang tertentu yang pertama rasa khawatir yang berlebihan seseorang yang memiliki rasa cemas atau khawatir secara berlebihan bisa mengalami hypophrenia. Orang-orang yang merasa terlalu cemas atau khawatir biasanya sulit tidur atau insomnia. Akibatnya, tubuh pun menjadi lesu. Kelemahan fisik tersebut bisa mengganggu fungsi otak dan mental sehingga akan merasa sedih dan menangis secara tiba-tiba tanpa tahu alasannya.

Selain itu pengaruh hormone juga sebagian besar orang yang mengalami hypophrenia adalah kaum hawa. Pasalnya, salah satu penyebab hypophrenia adalah perubahan atau gangguan hormon yang kerap dialami wanita. Para lelaki bisa juga mengalami hypophrenia karena gangguan hormon jika menggunakan obat hormon tertentu.

Efek trauma yang mendalam juga bisa menyebabkan Hypophrenia karena. Trauma tersebut bisa terkait dengan kenangan masa lalu yang sangat pahit seperti kekerasan, bully, atau pelecehan. Selain itu, penyebab hypophrenia juga bisa dikarenakan kehilangan mendalam seperti ditinggal mati orang yang sangat dicintai, dikhianati orang terdekat, dan lainnya. Perasaan kehilangan yang mendalam tersebut bisa memicu rasa sedih dan menangis tiba-tiba.

Hypophrenia Gangguan Mental.

Dikutip dari www.sehatq.com Seseorang yang menderita hypophrenia atau keterbelakangan mental umumnya memiliki IQ di bawah 70 atau 75, serta masalah dalam menyesuaikan diri dengan kehidupan sehari-hari. Penderita kondisi ini juga bisa mengalami disabilitas belajar, bicara, sosial, hingga fisik.

Penyebab hypophrenia tidak selalu bisa diidentifikasi oleh dokter. Namun, ada sejumlah kondisi yang bisa menjadi kemungkinan penyebabnya, seperti:

Penyakit yang diturunkan, seperti fenilketonuria (PKU) atau penyakit Tay-Sachs. Kelainan kromosom seperti pada Down syndrome. Trauma sebelum lahir, seperti infeksi atau paparan terhadap racun, obat-obatan terlarang atau alkohol. Trauma saat lahir, seperti persalinan prematur atau kekurang oksigen. Dll.

Hypophrenia atau keterbelakangan mental dibagi menjadi empat tingkat berdasarkan IQ dan kemampuan penderitanya dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial. Empat tingkat tersebut meliputi ringan, sedang, berat, dan sangat berat atau mendalam.

Untuk kasus hypophrenia ringan, banyak orangtua yang baru menyadari anaknya mengalami kondisi ini ketika mereka tidak mampu mencapai target-target perkembangan umum anak-anak seusianya. Dalam beberapa kasus yang berat, hypophrenia bahkan dapat didiagnosis setelah lahir. Akan tetapi, kebanyakan kasus hypophrenia umumnya baru didiagnosis ketika anak mencapai usia 18 tahun.

Pada tahap yang paling berat, penderita hypophrenia tidak memiliki kemampuan untuk memahami instruksi atau permintaan dari seseorang, tidak bisa bergerak, hanya memiliki kemampuan komunikasi nonverbal yang sangat terbatas, inkontinensia (tidak bisa mengontrol buang air), hingga tidak mampu memenuhi kebutuhan dirinya sendiri sehingga membutuhkan pertolongan dan pengawasan.


Penulis: Octaviani Adhe Putri (Magang)




Write a Facebook Comment

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

View all comments

Write a comment